,

Menulis Wawancara


Menulis Wawancara: Rahasia Bikin Pembaca Terpikat dari Awal sampai Akhir

Kamu pernah nggak sih baca wawancara yang bikin kamu berhenti scroll, terus baca sampe habis? Atau malah ngerasa wawancara itu datar kayak laporan pajak? Nah, di artikel ini, aku bakal bocorin rahasia menulis wawancara yang nggak cuma informatif tapi juga bikin nagih!

Kenapa Menulis Wawancara Itu Lebih Sulit dari yang Kamu Kira?

Banyak yang ngira menulis wawancara cuma soal nulis ulang apa yang diomongin narasumber. Salah besar! Ini tuh kayak masak mie instan – semua orang bisa, tapi yang beneran jago bisa bikin rasanya kayak makanan bintang lima.

Pertama, kamu harus paham bahwa wawancara tuh cerita berlapis. Ada yang keliatan di permukaan (apa yang diomongin), ada yang tersembunyi (nuansa, emosi, konteks). Tugas kamu sebagai penulis adalah nangkep semuanya!

Hook yang Membunuh di Paragraf Pertama

Ini dia senjata rahasia dalam menulis wawancara yang beneran powerful:

  • Mulai dengan kontradiksi – “Dia bilang nggak suka disebut jenius, tapi karyanya udah mengubah wajah industri ini…”
  • Quote yang mengejutkan – “Lebih baik bangkrut daripada kompromi,” ujar founder startup bernilai miliaran ini.
  • Fakta mengejutkan – Dalam 30 menit wawancara eksklusif, dia 5 kali hampir menangis membahas topik ini.

Struktur yang Bikin Wawancara Mengalir

Nggak ada yang lebih bikin sebel daripada wawancara acak-acakan kayak orang mabuk. Ini formula sakti yang selalu bekerja:

  1. Pembuka yang menggigit (seperti di atas)
  2. Latar belakang singkat – siapa narasumber dan kenapa dia penting
  3. Konflik atau tantangan – ini bikin pembaca penasaran
  4. Jalan keluar atau insight – apa yang dipelajari narasumber
  5. Penutup yang memorable – bisa quote kuat atau pertanyaan terbuka

Transkrip vs Narasi: Pilih yang Mana?

Dalam menulis wawancara, kamu punya dua pilihan utama:

1. Format Q&A Murni
Cocok untuk wawancara eksklusif dengan tokoh penting di media besar. Kelebihannya: autentik. Kekurangannya: bisa membosankan kalau narasumber nggak komunikatif.

2. Format Naratif
Kamu menceritakan ulang dengan menyelipkan quote. Lebih enak dibaca, tapi butuh skill menulis yang lebih tinggi. Ini favoritku sih!

Kesalahan Fatal dalam Menulis Wawancara

Nih, jangan sampai kamu melakukan ini:

  • Mengedit quote sampai berubah makna – ini etika dasar!
  • Terlalu banyak interupsi penulis – kamu cuma jembatan, bukan bintangnya
  • Nggak ngasih konteks – pembaca bukan cenayang yang bisa tebak latar belakang
  • Pertanyaan yang terlalu panjang – ini wawancara, bukan monolog kamu

Tips dari Praktisi: Bikin Narasumber Nyaman

Gimana caranya bikin narasumber terbuka? Ini rahasia lapangan:

  • Jangan langsung rekam – ngobrol santai dulu 5-10 menit
  • Tunjukkan ketertarikan tulus – orang bisa detect fakeness dari jarak 10 km
  • Persiapkan pertanyaan spesifik – “Bagaimana perasaan Anda?” itu pertanyaan terburuk sepanjang masa

Teknik Editing yang Membedakan Profesional dan Amatir

Setelah wawancara selesai, pekerjaan menulis wawancara baru dimulai:

  1. Dengarkan rekaman sepenuhnya – jangan cuma baca catatan
  2. Highlight quote terkuat – biasanya 20% konten
  3. Buang pengulangan dan ums/ahs – kecuali itu menunjukkan karakter
  4. Susun ulang untuk alur lebih baik – wawancara asli jarang perfect

Contoh Wawancara yang Bisa Kamu Pelajari

Mau lihat menulis wawancara yang bagus dalam aksi? Cek ini:

  • Profil tokoh di majalah The New Yorker – narasinya kaya tapi tetap akurat
  • Wawancara podcast yang ditranskrip – perhatikan bagaimana percakapan mengalir
  • Q&A di media industri – lihat bagaimana pakar menjelaskan konsep kompleks dengan sederhana

Kapan Harus Melanggar “Aturan”?

Semua tips di atas bisa kamu langgar… asal kamu tahu alasannya! Misalnya:

  • Format Q&A panjang bisa bekerja untuk narasumber karismatik
  • Pertanyaan filosofis bisa dipakai kalau hubungan dengan narasumber sudah terbangun
  • Interupsi penulis boleh dilakukan untuk klarifikasi penting

Alat Bantu untuk Menulis Wawancara Lebih Efisien

Di era digital, kita punya banyak bantuan:

  • Auto-transkrip – seperti Otter.ai untuk mengubah suara jadi teks
  • Tool editing kolaboratif – Google Docs untuk revisi bersama narasumber
  • Manajemen quote – spreadsheet sederhana untuk melacak quote terbaik

Terakhir: Ingat Tujuan Utamamu

Menulis wawancara yang bagus itu bukan tentang menunjukkan betapa kerennya kamu sebagai penulis. Ini tentang menyampaikan cerita, insight, dan pengalaman narasumber ke pembaca dengan cara yang paling menarik dan akurat.

Kalau kamu bisa bikin pembaca merasa seperti sedang duduk ngopi bareng narasumber, mendengarkan ceritanya langsung, dan pulang dengan wawasan baru… selamat! Kamu sudah menguasai seni menulis wawancara.

Fakta Menarik! Tahukah kamu bahwa wawancara tertulis pertama yang diketahui diterbitkan di koran New York Herald pada 1836? Ini membuktikan bahwa format wawancara sudah bertahan hampir 200 tahun karena efektivitasnya dalam menyampaikan cerita langsung dari sumbernya.