Setelah Melakukan Wawancara Kita Harus Menulis: Rahasia Membuat Catatan yang Efektif
Pernah nggak sih kamu merasa interview berjalan lancar, tapi pas mau ditulis malah blank? Tenang, kamu nggak sendirian! Banyak orang mengalami hal yang sama. Tapi jangan khawatir, karena setelah melakukan wawancara kita harus menulis dengan cara yang tepat agar semua informasi penting nggak menguap begitu saja.
Kenapa Setelah Melakukan Wawancara Kita Harus Menulis Segera?
Otak kita itu seperti RAM komputer – kapasitasnya terbatas. Dalam 24 jam pertama, kita bisa lupa hingga 70% dari apa yang kita dengar! Itulah sebabnya setelah melakukan wawancara kita harus menulis secepat mungkin sebelum detail-detail penting menghilang.
Bayangkan kamu baru mewawancarai seorang ahli tentang topik tertentu. Ekspresi wajahnya, nada suara, dan bahkan gestur tubuhnya mengandung informasi berharga yang nggak bisa kamu rekam hanya dengan audio. Semua ini harus segera dituangkan ke dalam tulisan.
5 Langkah Efektif Setelah Melakukan Wawancara Kita Harus Menulis
1. Buat Kerangka Sebelum Menulis
Jangan langsung terjun ke detail! Buat dulu struktur dasar:
- Latar belakang narasumber
- Poin-poin utama pembicaraan
- Kutipan menarik
- Analisis atau refleksi kamu
2. Gunakan Metode “Dump First, Edit Later”
Tuangkan semua yang ada di kepala kamu dulu tanpa peduli kerapian. Setelah melakukan wawancara kita harus menulis bebas dulu, baru kemudian menyusun ulang. Ini lebih efektif daripada mencoba langsung sempurna.
3. Highlight Poin Emosional
Wawancara yang bagus selalu mengandung momen emosional. Catat saat narasumber:
- Tertawa terbahak-bahak
- Suaranya bergetar
- Menghela nafas panjang
- Bereaksi tidak biasa terhadap pertanyaan
4. Verifikasi Fakta Langsung
Kalau ada data atau angka yang disebutkan, cek ulang saat itu juga. Lebih baik bertanya balik ke narasumber daripada salah kutip. Ingat, setelah melakukan wawancara kita harus menulis dengan akurat.
5. Tambahkan Konteks
Jangan hanya menulis dialog kering. Deskripsikan:
- Suasana ruangan
- Ekspresi wajah
- Gesture tangan
- Reaksi terhadap pertanyaan tertentu
Kesalahan Fatal yang Harus Dihindari Setelah Wawancara
Nih, beberapa jebakan yang bikin catatan wawancara jadi kurang berguna:
1. Menunda Terlalu Lama
Setelah melakukan wawancara kita harus menulis dalam waktu 24 jam maksimal. Lebih dari itu, detail penting sudah mulai kabur.
2. Terlalu Banyak Mengandalkan Rekaman
Rekaman itu penting, tapi mendengarkan ulang butuh waktu 2-3 kali lipat durasi wawancara. Lebih efisien kalau kamu sudah punya catatan lengkap.
3. Tidak Mencatat Pertanyaan Sendiri
Kadang kita fokus ke jawaban, lupa mencatat pertanyaannya sendiri. Padahal konteks pertanyaan sangat mempengaruhi makna jawaban.
4. Mengabaikan Bahasa Tubuh
Setelah melakukan wawancara kita harus menulis juga tentang komunikasi non-verbal yang terjadi. Bahasa tubuh sering kali lebih jujur daripada kata-kata.
Fakta Menarik Tentang Memori dan Wawancara
Fakta Unik: Tahukah kamu bahwa otak kita lebih mudah mengingat informasi yang disampaikan dengan cerita daripada fakta mentah? Itulah mengapa setelah melakukan wawancara kita harus menulis narasinya, bukan hanya poin-poin saja. Teknik storytelling meningkatkan retensi memori hingga 65% dibanding daftar fakta!
Tools yang Membantu Setelah Melakukan Wawancara Kita Harus Menulis
Beberapa alat yang bisa mempermudah proses penulisan pasca-wawancara:
1. Voice Typing
Gunakan fitur voice-to-text untuk menceritakan ulang wawancara dengan kata-kata sendiri. Lebih cepat daripada mengetik manual.
2. Mind Mapping Software
Untuk wawancara kompleks, buat peta pikiran yang menghubungkan berbagai ide yang muncul.
3. Color Coding
Beri warna berbeda untuk: fakta, opini, kutipan langsung, dan interpretasi kamu. Memudahkan saat mereview.
Kapan Sebaiknya Menunjukkan Tulisan ke Narasumber?
Ini dilema klasik. Setelah melakukan wawancara kita harus menulis dengan jujur, tapi kadang perlu konfirmasi ulang. Beberapa pedoman:
- Untuk kutipan langsung, selalu konfirmasi
- Fakta teknis perlu diverifikasi
- Interpretasi dan analisis adalah hak kamu sebagai penulis
- Beri narasumber hak untuk klarifikasi tapi bukan hak veto
Teknik Menulis yang Membuat Wawancara Hidup
Setelah melakukan wawancara kita harus menulis dengan gaya yang mengundang pembaca:
1. Gunakan Kalimat Pendek
Lebih enak dibaca dan terasa lebih dinamis, seperti percakapan langsung.
2. Variasikan Panjang Paragraf
Campur paragraf panjang (4-5 baris) dengan yang pendek (1-2 baris) untuk ritme yang baik.
3. Sisipkan Kutipan Langsung
Buat pembaca merasa sedang mendengar narasumber langsung. Tapi jangan berlebihan, cukup yang paling powerful.
4. Tambahkan Deskripsi Sensorik
Apa yang kamu lihat, dengar, bahkan cium selama wawancara bisa memperkaya tulisan.
Tips Praktis: Setelah melakukan wawancara kita harus menulis versi “kasar” dulu, lalu simpan selama 1-2 hari sebelum diedit. Jarak waktu ini memberi perspektif baru yang sering kali menghasilkan tulisan lebih baik.
Bagaimana Jika Lupa Detail Wawancara?
Jangan panik! Ini solusinya:
- Dengarkan rekaman sambil melihat catatan singkat yang ada
- Fokus pada poin-poin kunci yang masih kamu ingat
- Hubungi narasumber untuk klarifikasi poin tertentu (jangan minta diulang seluruh wawancara)
- Gunakan konteks umum untuk merekonstruksi bagian yang lupa
Ingat, setelah melakukan wawancara kita harus menulis dengan prinsip “lebih baik kurang lengkap tapi akurat, daripada lengkap tapi meragukan”.
Mengubah Catatan Wawancara Menjadi Konten Menarik
Setelah melakukan wawancara kita harus menulis bukan hanya untuk arsip, tapi untuk dibaca orang lain. Beberapa format yang bisa dipilih:
1. Format Q&A
Tulis persis seperti transkrip percakapan dengan sedikit editing untuk kenyamanan membaca.
2. Artikel Naratif
Rangkum wawancara dalam bentuk cerita dengan kutipan-kutipan penting sebagai bumbu.
3. Listicle
Ambil 5-7 poin terpenting dari wawancara dan sajikan sebagai daftar.
4. Analisis Mendalam
Gunakan wawancara sebagai dasar untuk tulisan opini atau analisis yang lebih dalam.
Fakta Menarik: Menurut pengalaman banyak jurnalis, wawancara terbaik sering kali terjadi pada menit-menit terakhir ketika tape recorder sudah dimatikan. Itulah mengapa setelah melakukan wawancara kita harus menulis juga kesan-kesan di luar rekaman resmi – sering kali justru di situlah harta karunnya!
Kesimpulan: Setelah Melakukan Wawancara Kita Harus Menulis dengan Strategi
Menulis pasca-wawancara itu seperti memahat – kamu punya bahan mentah yang harus dibentuk menjadi karya. Dengan menerapkan teknik-teknik di atas, kamu bisa memastikan tidak ada insight berharga yang terbuang percuma.
Ingat, setelah melakukan wawancara kita harus menulis bukan sebagai kewajiban, tapi sebagai kesempatan untuk mengabadikan pengetahuan dan cerita yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi persis seperti itu. Jadi, ambil pena (atau buka laptop) kamu, dan mulai menulislah!